quizzical

Berbagi Pengetahuan, Pengalaman dan Mimpi

Wednesday, October 11, 2006

Ini burungku.....

Bukan maksud meniru iklan yg lagi ngetop, tapi ini berkaitan dengan pengalaman pertamaku menjumpai jenis burung yang relatif baru dideskripsikan. Kisah ini terjadi sekitar 7 tahun lalu saat sedang giat-giatnya melakukan survei di hutan, walaupun saat ini sudah jarang pergi ke lapangan.

Waktu itu kami melaksanakan survei untuk menginventarisasi potensi keanekaragaman hayati di beberapa kawasan konservasi yang tersebar di seluruh daratan Sulawesi. Cagar Alam Gunung Ambang merupakan kawasan konservasi ke tiga yang kami survei setelah Cagar Alam Tangkoko-Duasudara dan Suaka Margasatwa Manembo-nembo yang terletak di Kabupaten Minahasa Propinsi Sulawesi Utara. Kawasan ini menjadi lokasi survei yang menyimpan kenangan terindah (kayak judul lagu ya!) karena berjumpa dengan salah satu ciptaan-Nya yang sangat cantik.

Pada bulan Nopember 1999 kami mengadakan penelitian di Pegunungan Ambang tepatnya dari Desa Sinsingon Kabupaten Bolaang Mongondow Sulawesi Utara yang keadaan hutannya masih cukup baik dan masih menyimpan misteri bagi kaum peneliti. Salah satu misterinya terungkap pada tanggal 14 Nopember 1999.

Saat itu merupakan hari kedua kami melaksanakan pengamatan kelelawar di sekitar Rawa Paya (1420 m dpl) di Pegunungan Ambang. Pagi hari kami menutup jaring yang dipasang pada malam sebelumnya dan akan dipasang pada tempat lain yang berjarak sekitar 50 meter di depan shelter tempat kami berteduh. Pukul 10.00, kami memasang 3 buah jaring dengan panjang masing masing 30 meter, 18 meter dan 12 meter, tetapi baru selesai pada pukul 12.15. Jaring kami biarkan terkembang, kali aja ada burung yang terjaring. Saat itu Uchu yang menemani kami semalam harus kembali ke camp karena besoknya harus melaksanakan pengamatan burung dan mamalia dengan metode line transek. Tinggallah saya dan Jorys yang akan melakukan pengamatan kelelawar pada malam ini. Sambil menunggu malam tiba, kami beristirahat karena semalaman kami tidak tidur barang sekejapun, demikian pula dengan malam nanti.

Sekitar pukul 15 lebih sedikit Jorys terbangun karena menyadari bahwa sekujur tubuhnya telah basah oleh genangan air hujan, ternyata saat itu hujan sudah turun sangat deras. Lalu dia membangunkan saya dan mengatakan bahwa air sudah menggenangi shelter kami dan telah membasahi kantung tidur yang dia gunakan. Karena kantuk yang masih menyerang, saya tidak menghiraukan keadaan tersebut dan terus melanjutkan tidur, sementara Jorys berusaha mengeringkan kantung tidurnya, kemudian pergi dengan niat untuk menutup jaring, namun hujan segera reda dan dia mengurungkan niatnya lalu kembali ke shelter. Saya segera bangun sementara Jorys masih terus berusaha mengeringkan kantung tidurnya serta membuat perapian untuk menghangatkan badan. Kami membuat kopi dan makan makanan kecil yang kami bawa.

Pukul 17.30 gerimis mulai turun lagi namun kami membiarkan jaring tetap terpasang dengan harapan bahwa gerimis akan segera reda, tetapi pada pukul 18.15 gerimis berganti dengan hujan yang deras. Diputuskan untuk menutup jaring karena melihat situasi yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan pengamatan. Maka pergilah kami menerobos derasnya hujan. Sebelum menutup jaring kami harus memeriksa dan membersihkannya dari daun atau ranting yang menyangkut.

Pada jaring 30 m terperangkap seekor kelelawar, namun saat melihat ujung jaring sebelah utara ada sesuatu yang mencurigakan, karena jaring menjuntai hingga menyentuh tanah. Setelah mendekat, astaga . . .oh my God...!! Ternyata benda tersebut adalah seekor burung malam yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Sebagai orang yang belum begitu lama berkecimpung di bidang Ornithologi, hal ini merupakan pengalaman yang mengasyikan dan akan selalu membekas dalam ingatan. Burung tersebut cukup menjadi penghibur bagi kami karena tidak jadi melakukan pengamatan kelelawar, serta dalam melewati dinginnya malam.

Kemudian kami melepas kelelawar dan burung dari jaring dengan hati-hati, disamping tidak ingin menyakitinya, juga jangan sampai burung tersebut terlepas sebelum sempat teridentifikasi. Lalu burung itu kami masukan ke dalam kantung yang telah disiapkan, demikian pula dengan kelelawar yang ada. Selanjutnya kami menutup seluruh jaring dan kembali ke shelter, sementara hujan masih terus mengguyur dengan derasnya.

Setiba di shelter kami langsung mengukur satu-satunya kelelawar yang tertangkap malam itu dan segera melepasnya, lalu mengambil kantung tempat burung manguni tersimpan. Kami mencoba untuk mengidentifikasi si cantik yang berwarna coklat keemasan dengan spot putih yang berbaris di sayap, namun kami hanya berhasil mengetahui bahwa itu adalah genus Ninox (burung hantu yg tampak seperti elang dengan ukuran sedang 25 - 47 cm) dan belum bisa memastikan spesiesnya. Yang ada dalam benak saya mungkin inilah Ninox ochracea yang merupakan spesies manguni yang sangat jarang terlihat.

Keesokan paginya kami segera mengemasi peralatan yang kami bawa karena sudah saatnya kembali ke pos Jagawana yang merupakan base camp kami selama penelitian ini, untuk melakukan pergantian dengan tim lain yang akan mengamati kelelawar pada lokasi yang lain pula. Tidak lupa pula kami membawa serta burung manguni hasil tangkapan semalam untuk diidentifikasi lebih cermat dengan menggunakan Field Guide yang kami miliki dan menanyakan langsung kepada ketua tim kami Jon Riley, seorang ahli burung berkebangsaan Inggris.

Sesampai di pos, burung tersebut langsung diidentifikasi, diukur dan ditimbang serta tak lupa di foto. Dan pada sore harinya burung tersebut kami lepas kembali dihutan yang merupakan habitat aslinya. Dari hasil identifikasi dengan menggunakan field guide (Burung-burung di Kawasan Wallacea) kami berkeyakinan bahwa burung tersebut adalah Ninox ochracea, namun dihati kecil masih terdapat keraguan karena burung tersebut agak berbeda dengan gambar yang ada di buku. Tetapi mengingat bahwa bisa saja sang pelukis melakukan sedikit kekeliruan, maka keraguan yang ada dibenak kami saat itu ditepis jauh-jauh.

Setelah balik ke Manado, keberadaan burung tersebut masih tetap memunculkan tanda tanya, apalagi setelah dicek kembali dengan lebih teliti antara foto dengan gambar di buku dan membandingkan dengan keterangan-keterangan yang ada, ternyata cukup jelas perbedaannya. Jalan satu satunya adalah dengan menghubungi seorang ahli di Amerika yaitu Pamela C. Rasmussen yang bekerja pada Smithsonian Institution di Washington DC. Dan secara kebetulan, doski baru kembali dari National Museum of History di Leiden Negeri Belanda, untuk melihat koleksi burung Manguni yang ada, dan di situ dia mendapati satu jenis burung hantu yang cukup berbeda dengan Ninox ochracea. Namun dari koleksi tersebut belum ada informasi yang lengkap tentang burung tersebut, yang ada hanya informasi tentang lokasi pengambilan spesimen (koleksi), yaitu dari Taman Nasional (TN) Dumoga Bone pada tahun 1985 ketinggian 1.200 m, oleh Frank G. Rozendaal seorang ahli yang berasal dari Belanda. Menurut hasil pengamatannya, ternyata burung tersebut merupakan jenis yang baru dan diberi nama Ninox ios (Cinnabar Hawk Owl).

Setelah melihat gambar dan ciri-ciri burung yang dikirimkan oleh Pamela, yakinlah kami bahwa yang berhasil kami tangkap pada beberapa saat yang lalu adalah N. ios yang merupakan satu jenis burung hantu yang baru saja terungkap dikalangan Ilmu Pengetahuan.

Walaupun banyak para ahli yang mengadakan penelitian di Sulawesi selama 15 tahun terakhir ini, namun keberadaan N. ios di Gn. Ambang baru sekarang diketahui. Mungkin burung ini masih banyak dalam kawasan tersebut, karena selain sulit dilihat dan habitatnya berada di dalam hutan pegunungan tinggi, burung ini hanya aktif pada malam hari, serta tidak tertutup kemungkinan masih terdapat jenis lain yang hidup dalam kawasan tersebut



0 Comments:

Post a Comment

<< Home